13 Oktober 2025 – Perjalanan Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026 berakhir dengan kenyataan pahit. Skuad Garuda harus tersingkir di ronde keempat setelah menelan kekalahan dari dua raksasa Asia, Arab Saudi dan Irak, di Grup B. Kekalahan tersebut membuat Indonesia menempati posisi juru kunci, sekaligus menutup peluang mereka untuk melangkah lebih jauh menuju panggung dunia.
Kenyataan ini seolah menjadi pembuktian dari ucapan mantan pelatih kepala, Shin Tae-yong, yang sejak awal sudah mengingatkan bahwa ronde keempat akan menjadi tahap yang sangat berat bagi Indonesia. Dalam sebuah wawancara beberapa waktu lalu, pelatih asal Korea Selatan itu pernah menegaskan bahwa target realistisnya adalah membawa Indonesia lolos dari ronde ketiga, bukan lebih.
Menurut Shin, Indonesia sudah menghadapi tantangan besar sejak fase sebelumnya. Ia bahkan menyebut bahwa peluang Garuda untuk melangkah dari ronde keempat hanya sekitar 30 persen saja. “Kalau boleh jujur, peluangnya tidak sampai 30 persen. Mungkin penggemar Indonesia tidak setuju, tapi saya berbicara objektif sebagai pelatih sepak bola,” ujar Shin kala itu.
Ia menambahkan bahwa ambisinya adalah memastikan Indonesia bisa finis sebagai runner up di ronde ketiga agar tidak perlu menghadapi tekanan besar di babak berikutnya. Salah satu kunci, katanya, adalah kemenangan melawan Australia pada Maret lalu. “Jika kami bisa mengalahkan Australia, kami bisa finis kedua. Selain Jepang, kami yakin bisa mengalahkan siapa pun,” ucapnya.
Shin Tae-yong juga sudah memprediksi berbagai kesulitan yang akan dihadapi tim apabila harus melanjutkan perjuangan ke ronde keempat. Ia menyoroti padatnya jadwal pertandingan, minimnya waktu istirahat pemain, serta keuntungan besar yang dimiliki tim tuan rumah seperti Arab Saudi dan Qatar.
Menurutnya, negara-negara tersebut memiliki keuntungan karena seluruh pemain mereka berasal dari liga domestik, sehingga mudah dikumpulkan lebih awal untuk persiapan. “Arab Saudi dan Qatar tidak punya pemain dari luar negeri. Mereka bisa mengatur jadwal liga agar pemain timnas bisa berlatih bersama tujuh sampai sepuluh hari sebelum pertandingan. Mereka tentu lebih siap,” jelas Shin.
Sementara itu, kondisi berbeda dialami Indonesia. Sebagian besar pemain andalan Garuda merupakan pemain diaspora yang bermain di luar negeri. Akibatnya, waktu persiapan sangat terbatas. “Begitu mereka tiba di Arab Saudi, dua hari kemudian sudah harus bertanding. Tidak ada waktu untuk pemulihan atau latihan bersama. Dari sisi stamina, kami benar-benar rugi,” tambahnya.
Apa yang dikatakan Shin kini terbukti. Tanpa dirinya di kursi pelatih—karena sudah digantikan Patrick Kluivert sebelum laga kontra Australia—Timnas Indonesia gagal menampilkan performa terbaik di fase krusial.
Kini, mimpi untuk melihat Garuda tampil di Piala Dunia 2026 harus kembali tertunda. Namun, di balik kekecewaan itu, ada pelajaran berharga yang bisa dipetik. Evaluasi menyeluruh terhadap persiapan, rotasi pemain, hingga manajemen waktu menjadi hal penting jika Indonesia ingin kembali mencoba peruntungannya di kualifikasi Piala Dunia berikutnya.
Satu hal yang pasti, Shin Tae-yong telah menunjukkan pandangan yang tajam dan realistis tentang peta kekuatan sepak bola Asia. Meski tak lagi menukangi Garuda, warisan analisis dan strategi yang ia tinggalkan bisa menjadi fondasi penting bagi perkembangan sepak bola Indonesia di masa depan. (Redaksi)
