Jakarta, 26 Mei 2025 – Meski di tengah tren suku bunga rendah, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI tetap agresif dalam menyalurkan kredit. Bank ini memanfaatkan kondisi pasar untuk memperkuat likuiditas sekaligus mendorong pertumbuhan kredit yang sehat dan berkelanjutan.
Sejak September 2024, BI menurunkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin, dari 6,25% menjadi 5,50%. Penurunan ini diiringi dengan peningkatan likuiditas pasar yang memberi peluang bagi bank untuk memperluas penghimpunan dana.
“Sejak September 2024, BI telah menurunkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin dari 6,25% menjadi 5,50%. Penurunan BI Rate tersebut juga diikuti dengan kenaikan likuiditas di market sehingga memberikan ruang bagi perbankan untuk meningkatkan likuiditas,” kata Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo.
BNI fokus pada penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari segmen ritel dengan bantuan aplikasi digital wondr dan BNI Direct. Aplikasi ini dirancang untuk mendorong dana murah berbasis transaksi, memperkuat basis likuiditas bank.
“Strategi ini sejalan dengan rencana bank dalam penghimpunan DPK melalui peluncuran aplikasi wondr dan BNI Direct yang kami hadirkan untuk mendorong dana murah berbasis transaksi,” lanjut Okki.
Selain mengandalkan DPK, BNI juga mengembangkan pendanaan Non-DPK jangka panjang sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB). Langkah ini mendukung likuiditas jangka panjang dan menjaga stabilitas pendanaan.
“BNI dapat meningkatkan likuiditas yang bersumber dari pendanaan Non-DPK yang bersifat jangka panjang sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB),” jelas Okki.
Bank juga terus mengutamakan efisiensi biaya pendanaan dan melakukan evaluasi portofolio secara berkelanjutan agar struktur pembiayaan tetap optimal dan kompetitif.
“Namun demikian, ini tidak serta merta mengubah strategi pembiayaan dan kredit di BNI,” tutup Okki.
Dengan strategi ini, BNI optimis dapat terus tumbuh agresif di segmen kredit tanpa mengabaikan kualitas dan kesehatan asetnya. (Redaksi)
