13 Oktober 2025 – Kabar duka datang dari Marineland, taman margasatwa laut yang terletak di kawasan Air Terjun Niagara, Kanada. Sebanyak 30 ekor paus beluga kini menghadapi ancaman kematian akibat krisis keuangan yang melanda pihak pengelola taman. Situasi ini menimbulkan keprihatinan mendalam dari publik dan aktivis lingkungan di seluruh dunia.

Dalam surat resmi bertanggal 3 Oktober, pihak Marineland mengungkapkan bahwa kondisi keuangan mereka berada dalam tahap paling kritis. Pengelola taman mengaku tidak lagi memiliki sumber daya untuk memberi perawatan yang layak bagi paus-paus beluga tersebut. Mereka bahkan menyatakan, jika pemerintah tidak segera memberikan bantuan dana atau izin untuk mengekspor hewan-hewan itu sebelum 7 Oktober, maka langkah terakhir yang harus diambil adalah melakukan eutanasia massal atau penyuntikan mati terhadap seluruh paus beluga yang tersisa.

Marineland berdiri di atas lahan hampir 400 hektare dan pernah menjadi destinasi wisata laut paling terkenal di Kanada. Namun, di balik popularitasnya, taman ini telah lama dikritik karena dugaan perlakuan yang tidak layak terhadap hewan-hewan laut. Sejak tahun 2019, setidaknya sudah ada 20 paus yang mati di sana, terdiri dari 19 beluga dan satu orca. Kini, taman tersebut tidak lagi beroperasi secara penuh dan dikabarkan sedang dalam proses penjualan.

Awalnya, Marineland berencana memindahkan 30 paus beluga itu ke Chimelong Ocean Kingdom di Zhuhai, China. Namun, rencana tersebut dibatalkan setelah Menteri Perikanan Kanada, Joanne Thompson, menolak memberikan izin ekspor. Ia menilai bahwa keputusan tersebut akan memperpanjang penderitaan para paus karena mereka tetap akan hidup dalam penangkaran dan dijadikan tontonan publik.

“Saya tidak bisa, dengan hati nurani, menyetujui ekspor yang hanya akan memperpanjang kondisi seperti yang mereka alami saat ini,” ujar Thompson.

Perdana Menteri Ontario, Doug Ford, juga turut menyoroti persoalan ini. Ia mengaku prihatin dan berjanji akan mencari solusi agar hewan-hewan laut tersebut dapat tetap hidup. Menurutnya, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menyelamatkan hewan-hewan itu demi kesejahteraan mereka, bahkan jika harus menagih biaya perawatan dari hasil penjualan properti taman di kemudian hari.

Sementara itu, organisasi pemerhati hak hewan menilai ancaman penyuntikan mati ini hanyalah bentuk tekanan dari pihak Marineland agar pemerintah segera memberikan bantuan dana. Direktur Eksekutif Animal Justice, Camille Labchuk, menilai bahwa situasi ini bukanlah kejadian mendadak.

“Marineland telah bertahun-tahun mendapatkan keuntungan besar dengan menahan paus-paus itu di tangki sempit. Sekarang mereka memiliki tanggung jawab moral untuk membiayai perawatan hewan-hewan tersebut, bukan mengakhiri hidup mereka,” tegas Labchuk.

Pihak Marineland membantah tuduhan itu dan menyatakan bahwa semua hewan laut di taman tersebut mendapatkan pengawasan dan perawatan medis selama 24 jam setiap hari. Mereka bahkan mengklaim bahwa kondisi paus-paus beluga di sana jauh lebih baik dibandingkan tempat lain mana pun.

Namun kenyataannya, masa depan 30 paus beluga tersebut masih belum pasti. Hingga kini belum ada keputusan konkret dari pemerintah mengenai nasib mereka. Para aktivis terus mendesak agar paus-paus itu dapat dipindahkan ke suaka laut alami yang memberikan ruang bebas dan lingkungan yang lebih sehat. Sayangnya, jumlah suaka laut yang mampu menampung mamalia besar seperti beluga masih sangat terbatas di seluruh dunia.

Kisah ini menjadi pengingat penting tentang rapuhnya kehidupan hewan laut yang bergantung pada kebijakan manusia. Di tengah konflik antara tanggung jawab moral, kepentingan ekonomi, dan keterbatasan fasilitas, harapan terbesar kini tertuju pada upaya penyelamatan yang manusiawi. Semoga keempat puluh paus beluga di Marineland dapat memperoleh kehidupan yang lebih layak dan terbebas dari ancaman kematian yang seharusnya tidak perlu mereka alami. (Redaksi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *